Perdagangan
minuman di pasaran sangat dipengaruhi oleh kemasan yang menarik, seperti wadah,
warna, dan volume dari produk tersebut. Namun, dalam perdagangan tersebut
timbul busa (foam), baik akibat guncangan, oksigen yang tersisa pada permukaan
cairan, maupun hasil reaksi dari cairan itu sendiri (Adam, 1995). Busa adalah
sebuah substansi yang terbentuk dengan menjebak banyak sekali gelembung gas
dalam benda cair atau padat bisa pula dianggap sebagai sejenis koloid. Busa,
dalam kasus ini berarti “cairan bergelembung”, juga dihasilkan sebagai produk
sampingan yang seringkali tidak diinginkan dalam pembuatan berbagai substansi.
Sebagai contoh, busa merupakan permasalahan serius industri kimia, khususnya
untuk proses biokimia. Kebanyakan substansi biologis, seperti protein, dengan
mudah menghasilkan busa pada proses agitasi dan aerasi. Busa bermasalah sebab
mengubah aliran cairan dan menghalangi perpindahan oksigen dari udara (dengan
begitu mencegah respirasi mikrobial dalam proses fermentasi aerobik).
Dalam bidang industri, pembentukan busa banyak ditemukan dalam proses
produksi minuman. Salah satunya adalah pada proses vakum-kondensasi, terbentuk
busa yang sangat stabil dan dalam kuantitas yang besar. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, digunakanlah suatu antibusa yang disebut antifoaming. Ross (1949)
membagi beberapa bahan antifoaming kedalam tujuh jenis kelompok, yaitu (1)
alkohol, (2) asam lemak, (3) ester asam lemak, (4) campuran amida dan asam
lemak, (5) ester, (6) fosfat organik, dan (7) silika. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan material yang aktif di permukaan dan memiliki nilai koefisien sebaran
yang positif. Senyawa ini bekerja secara spesifik sebagai antibusa ketika
berubah fase dalam sistem yang terlibat. Berdasarkan penelitian (Robert, 1950),
silika merupakan jenis antifoaming yang paling efektif dalam mengurangi busa.
Untuk alasan inilah, beberapa senyawa bahan antifoming, seperti silika,
ditambahkan untuk mengatasi permasalahan ini. Sehingga membuat produk lebih
menarik dan memperpanjang masa simpan bahan (Leete, 1930). Dari kasus tersebut
terlihat bahwa senyawa yang digunakan untuk antibusa adalah senyawaan silika.
Dalam proposal PKM ini diajukan silika nabati yakni silika yang diperoleh dari
limbah pertanian sebagai alternatif bahan antibusa. Beberapa limbah pertanian
yang diajukan adalah sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, dan kulit
salak.
Hingga saat ini
padi masih merupakan produk utama pertanian di negara agraris, termasuk Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beras yang merupakan hasil olahan dari
padi merupakan bahan makanan pokok. Sekam padi yang merupakan salah satu produk
sampingan dari proses penggilingan padi, selama ini hanya menjadi limbah yang
belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering hanya digunakan
sebagai bahan pembakar bata merah atau dibuang begitu saja sedangkan ampas tebu
adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu
pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35%-40% dari berat tebu yang
digiling (Subroto, 2006). Mengingat begitu banyak limbah tersebut, maka ampas
tebu akan memberikan nilai tambah tersendiri bagi pabrik gula bila diberikan
perlakuan lebih lanjut, karena sebagian besar ampas tebu di Indonesia digunakan untuk bahan
bakar pembangkit ketel uap pada pabrik gula dan bahan dasar pembuatan kertas.
Kulit kacang tanah dan kulit salak juga merupakan limbah yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Keduanya diketahui memiliki kandungan lignin,
sehingga saat ini banyak digunakan sebagai pupuk dan pakan ternak. Dari
beberapa penelitian (Houston, 1972; Hara, 1986; Shofiatun, 2000) dan literatur
(Badan Litbang Pertanian, 2005) diketahui bahwa silika dapat diperoleh dari
sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, dan kulit salak.
Silika merupakan
bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai dari bidang
elektronik, mekanik, medis, seni, hingga bidang-bidang lainnya. Saat ini silika
banyak digunakan sebagai adsorben, misalnya adsorben nikotin pada rokok (Evi
dkk, 2008) dan adsorben ion tembaga serta menghambat pertumbuhan bakteri
(Saepul, 2007). Atas dasar ini, dalam kegiatan ini digagas untuk mencoba
memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan baku pembuatan silika nabati sebagai antibusa
atau lebih dikenal sebagai antifoaming. Silika yang digunakan berasal dari
limbah pertanian sehingga disebut silika nabati, berbeda dengan silika mineral
yang umumnya bersumber dari bahan mineral. Karenanya, silika nabati diduga
lebih aman untuk digunakan dalam bahan minuman.
Selain ketersediaan
bahan baku, penelitian ini juga didasarkan pada
berbagai informasi literatur yang memaparkan pembuatan silika nabati dari
berbagai bahan baku
memiliki daya antibusa yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik
antifoaming dari silika nabati sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan.
Tulisan ini merupakan bagian pendahuluan dari Laporan Akhir yang diajukan pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diadakan oleh Dirjen Dikti.