Minggu, 16 September 2012

Pemanfaatan Silika Nabati dari Limbah Pertanian sebagai Antifoaming



Perdagangan minuman di pasaran sangat dipengaruhi oleh kemasan yang menarik, seperti wadah, warna, dan volume dari produk tersebut. Namun, dalam perdagangan tersebut timbul busa (foam), baik akibat guncangan, oksigen yang tersisa pada permukaan cairan, maupun hasil reaksi dari cairan itu sendiri (Adam, 1995). Busa adalah sebuah substansi yang terbentuk dengan menjebak banyak sekali gelembung gas dalam benda cair atau padat bisa pula dianggap sebagai sejenis koloid. Busa, dalam kasus ini berarti “cairan bergelembung”, juga dihasilkan sebagai produk sampingan yang seringkali tidak diinginkan dalam pembuatan berbagai substansi. Sebagai contoh, busa merupakan permasalahan serius industri kimia, khususnya untuk proses biokimia. Kebanyakan substansi biologis, seperti protein, dengan mudah menghasilkan busa pada proses agitasi dan aerasi. Busa bermasalah sebab mengubah aliran cairan dan menghalangi perpindahan oksigen dari udara (dengan begitu mencegah respirasi mikrobial dalam proses fermentasi aerobik).
Dalam bidang industri, pembentukan busa banyak ditemukan dalam proses produksi minuman. Salah satunya adalah pada proses vakum-kondensasi, terbentuk busa yang sangat stabil dan dalam kuantitas yang besar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, digunakanlah suatu antibusa yang disebut antifoaming. Ross (1949) membagi beberapa bahan antifoaming kedalam tujuh jenis kelompok, yaitu (1) alkohol, (2) asam lemak, (3) ester asam lemak, (4) campuran amida dan asam lemak, (5) ester, (6) fosfat organik, dan (7) silika. Senyawa-senyawa tersebut merupakan material yang aktif di permukaan dan memiliki nilai koefisien sebaran yang positif. Senyawa ini bekerja secara spesifik sebagai antibusa ketika berubah fase dalam sistem yang terlibat. Berdasarkan penelitian (Robert, 1950), silika merupakan jenis antifoaming yang paling efektif dalam mengurangi busa. Untuk alasan inilah, beberapa senyawa bahan antifoming, seperti silika, ditambahkan untuk mengatasi permasalahan ini. Sehingga membuat produk lebih menarik dan memperpanjang masa simpan bahan (Leete, 1930). Dari kasus tersebut terlihat bahwa senyawa yang digunakan untuk antibusa adalah senyawaan silika. Dalam proposal PKM ini diajukan silika nabati yakni silika yang diperoleh dari limbah pertanian sebagai alternatif bahan antibusa. Beberapa limbah pertanian yang diajukan adalah sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, dan kulit salak.
Hingga saat ini padi masih merupakan produk utama pertanian di negara agraris, termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beras yang merupakan hasil olahan dari padi merupakan bahan makanan pokok. Sekam padi yang merupakan salah satu produk sampingan dari proses penggilingan padi, selama ini hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sekam padi lebih sering hanya digunakan sebagai bahan pembakar bata merah atau dibuang begitu saja sedangkan ampas tebu adalah hasil samping dari proses ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35%-40% dari berat tebu yang digiling (Subroto, 2006). Mengingat begitu banyak limbah tersebut, maka ampas tebu akan memberikan nilai tambah tersendiri bagi pabrik gula bila diberikan perlakuan lebih lanjut, karena sebagian besar ampas tebu di Indonesia digunakan untuk bahan bakar pembangkit ketel uap pada pabrik gula dan bahan dasar pembuatan kertas. Kulit kacang tanah dan kulit salak juga merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Keduanya diketahui memiliki kandungan lignin, sehingga saat ini banyak digunakan sebagai pupuk dan pakan ternak. Dari beberapa penelitian (Houston, 1972; Hara, 1986; Shofiatun, 2000) dan literatur (Badan Litbang Pertanian, 2005) diketahui bahwa silika dapat diperoleh dari sekam padi, ampas tebu, kulit kacang tanah, dan kulit salak.
Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas mulai dari bidang elektronik, mekanik, medis, seni, hingga bidang-bidang lainnya. Saat ini silika banyak digunakan sebagai adsorben, misalnya adsorben nikotin pada rokok (Evi dkk, 2008) dan adsorben ion tembaga serta menghambat pertumbuhan bakteri (Saepul, 2007). Atas dasar ini, dalam kegiatan ini digagas untuk mencoba memanfaatkan limbah pertanian sebagai bahan baku pembuatan silika nabati sebagai antibusa atau lebih dikenal sebagai antifoaming. Silika yang digunakan berasal dari limbah pertanian sehingga disebut silika nabati, berbeda dengan silika mineral yang umumnya bersumber dari bahan mineral. Karenanya, silika nabati diduga lebih aman untuk digunakan dalam bahan minuman.
Selain ketersediaan bahan baku, penelitian ini juga didasarkan pada berbagai informasi literatur yang memaparkan pembuatan silika nabati dari berbagai bahan baku memiliki daya antibusa yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik antifoaming dari silika nabati sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan.
Tulisan ini merupakan bagian pendahuluan dari Laporan Akhir yang diajukan pada Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) yang diadakan oleh Dirjen Dikti.

09 September 2011 --- Pare, Jawa Timur

Zeal Girl 1's Member at Masjid Pare

Apa tujuan ku hadir disini?? Meninggalkan keluarga yang harusnya ku urus, meninggalkan pekerjaan yang harusnya aku mendidik, meninggalkan lingkaran tarbiyah ku, meninggalkan sahabat-sahabatku, meninggalkan moment-moment bahagia orang-orang yang penting di hidupku, banyak yang harus dikorbankan untuk bisa hadir disini dengan alasan menuntut ilmu…

Apa tujuan ku hadir disini?? Sendirian, bersusah payah menghafal sesuatu, membuka buku yang itu-itu saja yang ku tatap coba ku pahami lembar demi lembarnya, biaya yang tidak sedikit, orang-orang yang tidak ku kenal, lingkungan yang masih belum bisa ku pahami, jauh.. jauh dari orang-orang yang senantiasa mampu memahamiku, mengusap air mataku, menyediakan candanya buatku, mengusap rambutku saat aku terlelap, menghabiskan waktu ku dengan kepercayaan mereka terhadap pikiran dan tenaga ku…

Apa tujuan ku hadir disini?? Tidak lebih inilah ikhtiarku, yang ingin ku tunjukkan pada-Nya yang tahu benar siapa aku, yang paling memahamiku, yang selalu menemaniku, yang mampu membuatku tersenyum karena Ia masih menyimpan misteriNya untuk ku, ini ikhtiar ku karena bahkan sesuatu yang mungkin selama ini hanya menjadi impian-impian ku akan Ia jadikan misteri yang nantinya Ia bayar dengan ikhtiar-ikhtiar ku, inilah yang ku lakukan, aku melakukan perdagangan denganNya, yang ku yakini tidak akan pernah aku merugi dalam jual beli ini…

Apa tujuan ku hadir disini?? Aku teringat pada kisah Ibunda Hajar ra yang benar-benar sadar tidak mungkin ia menemui air untuk minum buah hatinya Ismail as di padang pasir nan kering itu, tapi Ia dengan ikhtiarnya, tujuh kali ia melintasi Shafa dan Marwah, ia menunjukkan ikhtiarnya, aku belajar dari Ibunda Hajar, hati yang menjerit “Ya Allah inilah ikhtiarku.. maka jawablah ikhtiar ini..”, dari Rasulullah saat perang Badar, dan masih banyak kisah yang menyentuh hati untuk berikhtiar…

Apa tujuan ku hadir disini?? Diatas segalanya kita adalah da’i, maka aku akan memulainya, dari manapun itu, banyak yang ku peroleh dari sini, orang-orang baru itu membawa pengalaman menakjubkan untukku, lingkungan yang coba ku pahami ini membawa ku pada nuansa yang baru… Maka ikhtiar ini akan kulakukan dengan senyum dan semangat…!!! Allahu akbar..

Khitbah dan Akad Nikah

KHITBAH

Kata khitbah dalam terminology arab memiliki 2 akar kata. Yang pertama al-khithab yang berarti pembicaraan dan yang kedua al-khathb yang artinya persoalan, kepentingan dan keadaan. Jadi, jika dilihat dari segi bahasa khitbah adalah pinangan atau permintaan seseorang (laki-laki) kepada perempuan tertentu untuk menikahinya. Makna khitbah menurut istilah syariat tidak keluar dari makna bahasa tadi.
Dalam islam, seorang laki-laki berhak meminang perempuan yang diinginkan menjadi istrinya, demikian pula seorang perempuan boleh meminang laki-laki yang diinginkan menjadi suaminya.

Khitbah dalam pandangan syariat bukanlah suatu akad atau transaksi antara laki-laki yang meminang dengan perempuan yang dipinang atau pihak walinya. Khitbah bukanlah suatu ikatan perjanjian antara kedua belah pihak untuk melaksanakan pernikahan. Khitbah tidak lebih dari sekedar permintaan atau permohonan untuk menikah. Khitbah sudah sah dan sempurna hanya dengan ungkapan permintaan itu saja, tanpa memerlukan syarat berupa jawaban pihak yang dipinang. Sedangkan akad baru dianggap sah apabila ada ijab dan qabul (ungkapan serah terima) kedua belah pihak.

Dengan diterimanya sebuah pinangan baik oleh perempuan maupun oleh walinya, tidak bermakna telah terjadi ikatan perjanjian atau akad diantara mereka. Ibarat orang hendak naik kereta api, khitbah hanya bermakna pesan tempat duduk yang nantinya pada saat jadual kereta berangkat ia akan menduduki tempat tersebut sehingga tidak diduduki orang lain.

Syarat yang dipinang
Perempuan boleh dipinang oleh laki-laki (begitu juga sebaliknya) apabila memenuhi 2 syarat berikut ini :
1. Pada waktu dipinang perempuan itu tidak memiliki halangan syar'i yang melarang dilangsungkannya pernikahan
contoh, wanita yang sedang dalam masa iddah.
2. Belum dipinang laki-laki lain secara sah.

Tata cara meminang
1. Laki-laki meminang melalui wali perempuan
2. Laki-laki meminang langsung kepada perempuan janda
3. Perempuan meminang laki-laki saleh
Perempuan boleh meminang laki-laki secara langsung oleh dirinya sendiri atau melalui perantara pihak lain agar menyampaikan pinangan kepada seorang laki-laki untuk menjadi suaminya.
4. Khitbah dengan sindiran dimasa iddah (karena suaminya meninggal)
Sindiran itu misalnya seorang laki-laki mengatakan kepada seorang janda , saya ingin menikah dengan perempuan shalehah atau mudah-mudahan Allah memudahkan saya untukmendapat istri shalehah.

Agar pinangan diterima
Sebenarnya tidak ada standard baku secara teknis untuk masalah ini. Tapi, beberapa langkah dibawah ini diharapkan mampu membantu melancarkan proses penerimaan dalam peminangan :
1.Melengkapi persiapan diri
- Persiapan pertama adalah keikhlasan niat bahwa mengkhitbahnya ini dalam rangka beribadah kepada Allah.
- Persiapan kedua adalah persiapan diri pribadi yang telah dibahas sebelumnya, yaitu menyiapkan minimal 4 persiapan, termasuk diantaranya yaitu persiapan finansial.
2. Memilih calon yang sekufu
3. Berbekal restu Orang Tua
Cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh restu dari orang tua diantaranya adalah sebagai berikut :
- Membangun komunikasi yang lancar dengan orang tua
- Melakukan pendekatan kepada orang tua sejak awal
- Mendialogkan perbedaan secara baik
4. Memperkenalkan diri
Ada suatu cerita yang kurang baik tentang hal ini. Ada pengalaman buruk ketika seorang ikhwan melaksanakan khitbahnya. Ia belum mengetahui siapa calon istrinya dan belum mengenal kedua orang tuanya. Ia mempercayakan urusan pernikahan kepada seorang teman kepercayaannya, dan ia tidak punya keinginan untuk berkenalan terlebih dahulu secara langsung. Ia hanya mengetahui data calon istri dari biodata tertulis dan pasfoto. Karena ia sudah mantap, tanpa pertemuan dan perkenalan awal, dilaksanakan prosesi khitbah.
Rombongan lelaki datang dengan orang tua dan saudara, Diterima oleh pihak perempuan lengkap pula komposisi keluarganya. Pertemuan menjadi formal karena kedua belah pihak satupun belum pernah ada yang bertemu dan mengenal, termasuk kedua calon mempelai. Suasana berubah menjadi kurang menyenangkan ketika ibu dari lelaki berbisik menanyakan yang mana calon istri yang dipinang, kebetulan diruangan itu ada lebih dari seorang perempuan. Tentu saja anak lelaki yang ditanya tidak bisa menjawab, karena memang belum pernah bertemu denga calon yang akan dipinang.
Semula kedua orang tua dari kedua belah pihak menyangka bahwa kedua anak yang akan menikah tersebut telah lama saling kenal, telah berkomunikasi langsung sebagaimana lazim dikenal dalam masyarakat luas. Mereka menjadi terkejut ketika ternyata kedua belah pihak belum saling mengenal. Hal ini menjadi catatan dan bahkan kemarahan pihak orang tua terhadap anaknya, karena dianggap telah mempermainkan orang tua.
Untuk itulah, laki-laki bisa bertemu dan berdialog dengan calon bahkan bisa juga ia memperkenalkan diri dengan bersilaturahmi ke orang tua perempuan sebelum peminangan resmi. Hal ini dapat mencairkan suasana, dan membuat proses peminangan berjalan lancar karena komunikasi telah dibuka sebelumnya.
Ditambah lagi, apabila tidak ada silaturahmi terlebih dahulu, terkadang menimbulkan suudzon, jangan-jangan telah terjadi sesuatu pada anaknya sehingga meminta pernikahan begitu cepat. Perkenalan dan silaturahmi dapat menghilangkan praduga yang tidak-tidak pada orang tua dan juga keluarga besar.
5. Melibatkan orang yang dipercaya
Ketika khitbah sedang dalam proses, teman calon bisa kita jadikan referensi/tempat bertanya tentang jati dirinya.
6. Berdoa dan tawakal
Seluruh manusia pasti membutuhkan Allah. Doa merupakan senjata bagi orang mukmin. Hendaknya seluruh usaha manusiawi kita dilandasi dengan doa kepada Allah agar segala keputusan untuk meminang dia atau tidak, untuk menerima pinangannya atau tidak, senantiasa dalam bimbingan Allah TaĆ¢€™ala. Dengan begitu, sejak awal kehidupan berumahtangga telah bergantung pada Allah dengan berharap dan berdoa pada-Nya saja.
Setelah usaha kita lakukan dengan maksimal, doa kita lantunkan tanpa rasa bosan, akhirnya kita serahkan segalnya kepada Allah. Inilah makna tawakal.

AKAD NIKAH
Perjanjian berat itu terikat melalui beberapa kalimat sederhana. Pertama adalah kalimat ijab, yaitu keinginan pihak wanita untuk menjalin ikatan rumah tangga dengan seorang laki-laki. Kedua adalah kalimat qabul, yaitu pernyataan menerima keinginan dari pihak pertama untuk maksud tersebut.
Ijab qabul dapat diucapkan dalam bahasa apapun. Bisa dalam bahasa arab maupun bahasa setempat.
Nikah adalah perjanjian berat. Kita harus menghayati ucapan ijab qabul. Salah satu syarat ijab qabul adalah kedua belah pihak memiliki sifat tamyiz (mampu membedakan baik dan buruk), sehingga ia harus memahami perkataan dan maksud dari ijab qabul itu. Diatas pemahaman terhadap maksud ijab qabul, ada penghayatan.
Setelah khitbah dilaksanakan, tidak ada batas minimal ataupun maksimal unutk melaksanakan akad nikah. Seandainya acara khitbah langsung diteruskan dengan akad nikah itu boleh saja dilakukan, walaupun untuk masyarakat Indonesia itu tidak lazim dilakukan.
Yang menjadi masalah adalah ketika akad nikah dilakukan dalam rentang waktu yang lama setelah khitbah dilaksanakan, peluang timbulnya fitnah akan lebih besar. Resikonya besar untuk keduanya melakukan hal-hal yang dilarang Allah. Selain itu di satu sisi ia tidak boleh menerima pinangan dari orang lain, sedangkan di sisi lain ia belum menjadi seorang istri.

Pada saat pelaksanaan akad nikah, yang dituntut hadir adalah mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali perempuan, 2 saksi, serta mahar.

Ditulis oleh: Gita Rose Citra Maya, disadur dari :
Abu Ishaq Al-Huwaini Al-Atsari. 2002. Bekal-bekal Menuju Pelaminan Mengikuti Sunnah. Solo:At-Tibyan.
Cahyadi Takariawan. 2002. Di Jalan Dakwah Aku Menikah. Jogjakarta. Talenta
Cahyadi Takariawan.2004. Izinkan Aku Meminangmu. Solo. Era Intermedia
H. M. Anis Matta, Lc. 2003. Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu. Bandung. PT Syaamil Cipta Media
Mohammad Fauzil Adhim. 1997. Mencapai Pernikahan Barakah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset