Sabtu, 04 Mei 2013

AYAH, I LOVE YOU..

Hari ini nyuci baju kemaleman, karena seharian ini alhamdulillah dikunjungi beberapa sahabat (gak sopan ada tamu ditinggal nyuci baju, hehe). Ga pengen bahas banyaknya cucian, pegelnya punggung, atau detergen yang dipake, tapi aku mau bahas pikiran selintas yang muncul saat mencuci tadi.

Aku teringat sosok yang tak begitu banyak nyangkut di memori. Dialah Ayah, seseorang yang aku cintai.. Hiks-hiks, kangen banget ma beliau. Dulu beliau begitu sibuk, jarang dirumah, memoriku full dipenuhi oleh mama, kemana-mana aku selalu ikut mama. Tapi memoriku tentangnya banyak berisi kenangan indah. Kenapa bisa ingat beliau? Terlintas cerita mama, bahwa dulu saat aku masih bayi, ayah kerapkali mencuci popok, celana, bedong, gurita, baju, dan sebagainya. Ayahku yang seorang TNI, harus tinggal di pelosok bersama mama, mbak, dan aku tentunya (menyeka air mata dulu) jadi mereka hidup sangat mandiri, diatmbah saat itu aku lahir di daerah konflik, Dili, Timor-timur. Tak terbayangkan, apa-apa yang telah ia lakukan untuk membesarkanku. Dan aku tak tahu bagaimana membalasnya.

Sedih, karena sampai saat ini aku belum sempat menjadi anak perempuannya yang rajin, yang mencucikan bajunya, memasakkan makanan kesukaannya, memijat punggungnya saat ia pegal. Ayahku, sosok yang pendiam, agak kaku, suka menonton olahraga tinju, ia sangat suka makan buah (menurun padaku). Dulu, hampir setiap pulang kerja ia membawakan kami makanan, seringnya buah. Inilah yang menjadikan kedatangannya selalu kutunggu, hehe. Oya, ibuku juga menambahkan cerita bahwa ayah dulu sangat perhatian saat kami masih kecil, ia selalu memakaikan kami kaos kaki agar tidak dingin, menyelimuti kami, dan suka bangun malam-malam untuk jagain supaya gak digigit nyamuk (haduuuh mana tissue..). Sampai saat ini, saat aku sudah dewasa, ia tetap menganggapku anak perempuan kecilnya. Ia sering menyemprot kamarku dengan obat nyamuk, menyalakan obat nyamuk listrik bila aku tertidur saat belajar, mengingatkanku untuk tidak mandi malam-malam (ia takut aku nanti reumatik), memarahiku kalau aku makan yang asam atau pedas, menyuruhku beli baju baru, mengingatkanku untuk potong rambut, dan banyak lagi.

Dulu waktu aku SMP, aku sering diantar ayah naik mobil ke sekolah, karena sekolahku dekat Kodim. Sepanjang perjalanan Panjang-Way Halim kami tidak banyak berbincang, bahkan kadang aku merasa kaku dengan ayahku sendiri. Tapi, saat aku gagal maka kesedihanku terutama adalah saat aku membayangkan wajah ayahku. Karena, ia tak pernah marah atau kecewa atas kegagalan ku, ia bukan ayah yang banyak bicara atas sebuah kegagalan, ia  justru langsung memikirkan solusinya, tanpa ia katakan. Itu yang membuatku takut jika aku gagal. Saat aku SMA, ia juga sering mengantarku ke sekolah naik motor (mobilnya udah dijual). Dulu, cita-citaku ingin membahagiakan beliau, tapi mengapa kini cita-cita itu terasa memudar, mungkin karena sekarang aku terlalu egois, atau mungkin aku masih bingung cara membahagiakan ayah.

Tidak ada Ayah yang sempurna, begitupun dengan ayahku. Karena setiap manusia tentulah pernah melakukan kesalahan. Namun, aku akan berusaha mengubur bila ada hal-hal yang membuat cintaku kepada nya berkurang. Karena aku yakin kasih sayangnya padaku, usahanya untuk membesarkanku jauh lebih nyata dibanding kekurangannya. Ayah, engkaulah orang yang paling khas di hatiku, sampai saat ini aku belum memahamimu, tapi aku yakin apa yang engkau lakukan adalah bukti cintamu sebagai ayah kepadaku, anakmu. Bukti cintamu yang kau lakukan sesuai pemahamanmu tentang makna cinta, makna menjaga seorang anak perempuan, makna tanggungjawabmu sebagai ayah. Walau kadang sulit kupahami, bila itu membuatmu bahagia, akan kuturuti.

Ayah, aku masih ingat, suara khasmu membaca alfatihah saat sholat, nasi goreng buatanmu, rasanya naik motor ngebut denganmu (hehe), air matamu saat engkau menikahkan mbak, kacamata plus mu saat membaca koran, bangunmu di tengah malam untuk menjaga kami. Ayah, maaf bila aku banyak membawa kekecewaan padamu. Maka, suamiku nanti wajiblah menghormati dan menyayangimu, seperti aku menghormati dan menyayangimu. Jika tidak, ia telah menyakitiku.

Ayah, terima kasih. Aku mencintaimu, dan aku ingin menjadi anak sholih yang senantiasa mendo'akanmu. Smoga Allah berkenan mengumpulkan kita di Syurga. Dan memberikanmu kebaikan di dunia dan akhirat. Memyanyangimu sebagaimana engkau menyayangiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar