Sabtu, 08 Februari 2014

KOTA DILI part.2



Tak banyak yang tersisa diingatku tentang kota ini, kota kelahiran tempat ku mulai belajar menapakkan langkah kakiku. Yang kuingat aku tinggal disebuah rumah, yang ruangannya langsung terhubung ke toko tempat mama berjualan. Toko yang cukup besar didaerah itu. Masih terbayang tumpukan berkarung beras yang cukup tinggi, krat-krat minuman soda, drum-drum minyak tanah, minyak goreng, toko yang sesak dengan barang. Sepertinya saat itu kami tinggal di pasar. Railako kah namanya, itu yang kuingat.

Saat keluar utntuk bermain, jalanan yang belum diaspal, angin yang berdebu, aku suka bermain sepeda. Sepertinya daerah itu amat gersang. Ada yang unik, kita bisa melihat buah-buah mahal dijual didalam bakul. Seingatku ada jeruk sunkis dan kiwi disana, di jual oleh ibu-ibu asli daerah, dengan baju khas dan sirihnya. Mainanku disana, kelereng, gundukan tanah, permainan khas anak-anak dengan khayalan tinggi saat alat-alat main modern tak ditemui. Kebanyakan sepertinya aku justru lebih tertarik pada mainan mobil truk pengangkut pasir daripada boneka barbie yang akhirnya lebih sering preteli bagian-bagian tubuhnya.

Sekolah, aku hanya sempat belajar di taman kanak-kanak. Tak banyak yang dipelajari, doa-doa kristiani (muslim disana minoritas), bagaimana cara menggunakan WC, menanam bunga dan tanaman lain, sekolah itu sangat kecil. Gedungnya baru, strukturnya sederhana. Aku lupa, siapa saja teman-temanku saat itu bahkan tak terbersit sosok pengajarku dulu seperti apa.

Liburan, sepertinya kebanyakan kami pergi ke pantai. Laut dengan ombak yang cukup besar dan pasir yang putih. Pantainya tak ramai pengunjung. Teduh, banyak pepohonan. ada rumah-rumah keong, rumah-rumah yang kubayangkan itu adalah rumah para kurcaci. Mungkin oki dan nirmala yang ada dalam majalah bobo tinggal disana. Dari rumah kami naik mobil pick-up. Ayah yang mengemudikan. Aku dipangku mama, dan mbak ida duduk didepan. Dibelakang ada banyak orang yang ikut bersama kami duduk di bak belakang mobil. Sepertinya mereka tetangga kami.

Sayang tidak banyak yang kuingat tentang kota itu, mungkin memori kanak-kanakku tidak cukup banyak menampung ingatan-ingatan tentang kota Dili, kota kelahiranku.

2 komentar:

  1. Mbah Indra, aku harap suatu hari bisa datang ke kota kelahiranmu, sebab disana banyak kenangan indah masa kecilnya m Inrda. teman-teman Indra pasti ada yang masih ingat dan terharu kalau Indra ceritakan kisah ini kepada mereka. Saya yakin teman-teman Indra di masa kecil di Railako pasti kepengen dan kangen sama Indra. Saya sendiri mengalami hal ini, bahwa ketika saya masih di bangku sekolah menengah pertama (SMP) tepatnya di SMPN1 Lospalos Kabupaten Lautem (sekarang di panggil Distrik) saya berteman baik dengan beberapa orang dari luar propinsi Timor-Timur waktu itu. Baik itu militer maupun anak-anak sekolah. Karena orang tua saya tinggal di kampung, sehingga waktu itu saya tinggal sama seorang tentara dari kodim 1629 Lautem. Namanya Mashudi, istrinya orang ternate. Masih teringat hangat wajah mereka di pikiranku, terutama anak-anaknya; Henny Widiyastuti dan Rini (saya lupa nama lengkapnya). Henny sendiri teman sekolah di SMP dan Rini adinya Henny saya anggap seperti adik saya sendiri, saat itu masih duduk di bangku SD kelas 1 di SD 3 Lospalos. Setiap hari saya sama Henny antar Rini kesekolahnya. Saya sudah cari mereka sejak Timor-Leste berpisah dari NKRI namun hingga hari ini saya belum mendapat kabar tetang keberadaan mereka.
    Perlu saya jelaskan sedikit bahwa Railalo bukan kota Dili, tapi Railako adalah sebuah desa dari kabupaten (Distrik) Ermera, desa ini berada sekitar 30 KM arah barat ibu kota Dili.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo mas Mouzinho.. Krn dlu masih kecil saya blm terlalu ingat dg baik, rumah kami, apakah itu railako atau dili, atau mungkin kami tinggal di railako tp sy dilahirkan di rumah sakit di dili.. Nanti sy tanyakan ke orang tua utk lebih jelasnya, sy juga bs ksana krn ayah sy TNI yg bertugas dsana. Ada 1 lagi tempat yg sy ingat, yaitu ermera.

      Mouzinho skarang domisili dmn? Crita ini jg slalu sy ceritakan klo sy ktemu orang Timor Leste. Kbetulan sy skarang di UGM dan bs bertemu dengan teman2 dr timor leste yg kuliah jg di UGM, mereka dapat beasiswa dr pemerintah timor leste, banyak crita dr mreka pula ttg kondisi timor leste sekarang. Ibu saya smpai skarang masih lancar berbicara bahasa khas rakyat timor-timur. Suatu saat sy ingin jg bisa ksana lagi.

      Hapus

Follower