Biodiesel
dapat dibuat dari berbagai bahan baku. Jenis bahan baku yang paling umum adalah
minyak kedelai, minyak lobak, minyak
biji bunga matahari, minyak kelapa sawit, kelapa, dan biji rami (Singh and
Singh, 2010), tetapi pilihan bahan baku ditentukan oleh ketersediaan tanaman di
daerah tersebut. Di Amerika Serikat, dengan berkembang pesatnya industri minyak
kedelai menjadikannya bahan baku yang paling umum untuk produksi biodiesel. Di
Eropa dan daerah tropis memanfaatkan minyak lobak, minyak kelapa, dan minyak
kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel.
Berdasarkan data
United Stated Department of Agriculture (USDA) tahun 2010, Indonesia merupakan
produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan produksi sebesar 41%. Hal
ini menunjukkan adanya peluang yang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan
biodiesel dengan bahan baku minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO), tetapi penggunaan CPO secara langsung sebagai
bahan baku biodiesel akan menimbulkan masalah terkait dengan ketahanan pangan
dan masalah lingkungan seperti kerusakan tanah, penggundulan hutan, dan
penggunaan yang berlebihan dari tanah yang subur. Selain itu, dalam kurun waktu
10 tahun terakhir harga minyak nabati meningkat secara drastis yang akan
mempengaruhi kelangsungan hidup industri biodiesel (Balat, 2010). Saat ini,
terus berkembang penelitian untuk menghasilkan biodiesel dengan bahan baku
minyak goreng bekas, tetapi infrastruktur pengumpulan dan logistiknya masih
menjadi hambatan dari sumber bahan baku yang umumnya tersebar (Sharma and
Singh, 2009). Untuk itu pada penelitian ini akan digunakan bahan baku CPO parit
yang merupakan limbah cair pabrik minyak sawit.
Tabel
2.1. Karakteristik limbah cair pabrik minyak sawit
Parameter
|
Konsentrasi
|
Oil and grease
|
4.000-6.000
mg/L
|
pH
|
4-5
|
BOD
|
20.000-40.000
mg/L
|
COD
|
25.000-50.000
mg/L
|
Total solid
|
22.100-60.000
mg/L
|
Suspended solid
|
18.000
mg/L
|
Total volatile solid
|
34.000
mg/L
|
Total amoniac
|
35
mg/L
|
Total
Nitrogen
|
750
mg/L
|
Sumber: Nugroho et al., 1997
CPO
parit adalah CPO yang terikat pada air limbah pabrik minyak sawit. CPO parit
mempunyai kadar FFA antara 40 sampai 70%. Komponen utama CPO parit terdiri dari
95-96% air, 0.6-0,7% minyak, dan 4-5% berbagai macam padatan (Nugroho et al., 1997). Tabel 2.1 menampilkan
karakteristik limbah cair pabrik minyak sawit. Penggunaan CPO parit
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel akan memberikan keuntungan ganda yaitu
meniadakan pencemaran limbah terhadap air tanah dan sungai, menekan harga pokok
produksi CPO (transfer pricing), dan
memperoleh CDM (Clean Development
Mechanism).
Dibalik
keunggulannya, CPO parit memiliki kelemahan sebagai bahan baku biodiesel, yakni
kadar FFA nya yang tinggi yang menyebabkan proses pembuatan biodiesel akan
terganggu dengan terbentuknya sabun dalam jumlah besar (Lotero et al., 2005). Untuk mengatasi masalah
tersebut, pembuatan biodiesel dalam penelitian ini akan dilakukan secara dua
tahap, yaitu tahap esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA CPO parit melalui konversi
asam lemak bebas menjadi metil ester dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengubah trigliserida CPO parit menjadi metil ester.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar