Biodiesel
adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk mesin diesel dan
terbuat dari minyak nabati. Secara umum, proses pembuatan biodiesel merupakan
proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan alkohol pada suhu
disekitar titik didih alkohol. Biodiesel memiliki kelebihan, antara lain tidak
memerlukan modifikasi dalam penggunaannya, memiliki bilangan setana yang
tinggi, ramah lingkungan, memiliki daya pelumas yang tinggi, aman, dan tidak
beracun (Budiman, 2004). Selain itu, biodiesel dari minyak nabati juga dapat
diperbaharui, mudah diproses, harganya relatif stabil, serta mudah terurai
secara alami (Elisabet dan Haryati, 2001).
Biodiesel
memiliki bilangan setana lebih tinggi daripada petrodiesel, tidak mengandung
senyawaan aromatik, dan mengandung 10-11% berat oksigen. Karakteristik
biodiesel ini mampu mengurangi emisi karbonmonoksida (CO), hidrokarbon, dan partikulat
dalam gas buangnya dibandingkan dengan petrodiesel. Karbondioksida dihasilkan
melalui pembakaran biodiesel yang dapat didaur ulang melalui fotosintesis dengan
demikian dapat meminimalkan dampak dari pembakaran biodiesel pada efek rumah
kaca (Ramadhas et al., 2005).
Berdasarkan
SNI-04-7182-2006 yang diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) pada
tanggal 22 Februari 2006, biodiesel harus memenuhi karakteristik (data lengkap
terlampir), antara lain kerapatan spesifik (60/60oF) 0,85-0,92; viskositas
kinematis pada suhu 40oC (mm2/s) 2,3-6,0; titik tuang (oC)
maksimal 18; dan titik nyala (oC) minimal 100.
Beberapa
upaya telah dilakukan untuk mengubah sifat minyak nabati menyerupai sifat bahan
bakar biodiesel. Viskositas yang tinggi, volatilitas yang rendah, dan adanya
ikatan tak jenuh yang panjang menjadi masalah yang dimiliki minyak nabati bila
diterapkan langsung sebagai bahan bakar. Masalah ini dapat diatasi dengan empat
metode, yaitu pengenceran dengan hidrokarbon,
mikroemulsi, pirolisis, dan transesterifikasi atau esterifikasi (Balat,
2010).
Ma et al. (1999) melaporkan bahwa campuran
20% minyak sayur dan 80% minyak diesel telah berhasil digunakan oleh
Carterpillar (Brazil) untuk mesin mereka tanpa modifikasi. Hasil campuran
tersebut menurunkan viskositas minyak sayur, tetapi hasil tes performa mesin
menunjukkan terjadinya kinerja jangka panjang yang buruk meliputi terbentuknya
karbon, polimerisasi, dan peningkatan suhu operasional mesin. Pembuatan
biodiesel secara mikroemulsi juga memiliki masalah terkait performa mesin dalam
jangka panjang. Emulsi non-ionik yang terbuat dari dua atau lebih alkohol dan
satu atau lebih minyak nabati dapat menurunkan viskositas, tetapi merusak mesin
(Ma and Hanna, 1999). Sementara, bahan bakar diesel yang terbuat secara
pirolisis tidak memberikan masalah pada performa mesin, tetapi metode ini
memiliki kelemahan terkait tingginya biaya produksi khususnya peralatan yang
digunakan. Perengkahan termal minyak nabati sebagian besar diproduksi dari
alkana, alkena, serta ester asam lemak (Alencar et al., 1983; Schwad et al.,
1988; Demirbas, 2009). Oleh karena itu, transesterifikasi merupakan metode yang
paling banyak diteliti dan digunakan untuk produksi biodiesel dikarenakan kemudahannya
serta telah digunakan pada industri untuk mengkonversi minyak nabati menjadi
biodiesel (Juan et al., 2011).
akhirnya ketemu disini juga, nice info idra cantikk... :-)
BalasHapusMasama mb laila.. :)
Hapus