Tidak sendirian, saya berangkat bersama empat orang teman
yang lain. Semua sudah sesuai rencana, keberangkatan kereta tertulis di tiket
pukul 19.26, kami telah berkumpul di satu tempat (kosan teman waktu itu)
sekitar pukul 17.30, merasa AMAN karena jarak dari tempat kos ke Stasiun Tugu
Yogyakarta (yang juga dikenal dengan nama Stasiun Lempuyangan) tidak begitu
jauh, butuh sekitar 15 menit. Namun, kericuhan mulai terjadi manakala rencana
menuju ke stasiun naik taksi terganggu dengan statement para front office dari
tempat memesan taksi tersebut menyatakan “maaf mbak, sementara taksi yang masih
kosong (belum ada/sudah terpakai pengguna lain)”, coba-coba ke Merk taksi lain,
saat itu sekitar enam merk sudah dihubungi, hanya jawaban yang sama yang kami
peroleh.
Lengkap sudah kegelisahan sore menjelang malam tersebut, hujan
deras turun mengguyur Yogyakarta. Beberapa ide sempat muncul, mulai dari call
teman minta antar, call ojek, namun buntu, tidak ada bantuan dari arah sana.
Nekat, akhirnya kami melaju menembus hujan, alhamdulillah, tidak lama berjalan,
melihat taksi kosong, tanpa tedeng aling-aling kami langsung melambaikan
tangan. Pak supir, dengan wajahnya yang welcome menyambut kami.
Kegelisahan masih menyelimuti suasana taksi, karena waktu
sudah begitu mepet. Sampai disana, masih dengan suasana Yogyakarta yang ramah,
kami disambut dan dilayani dengan baik oleh petugas stasiun. Agak lega
mendengar bahwa keberangkatan kereta ditunda sampai pukul 20.15. Wah, baru tau
kalau di kereta ada delay juga. Tak buang kesempatan, camera langsung standby.
Di tiket kereta tertera Eko-5/11A, artinya kelas ekonomi
(tapi AC lho), gerbong 5, dengan nomor kursi 11A. Ini juga baru saya ketahui.
O,iya harga tiketnya 170 ribu, lumayan mahal, namun cukup membayar rasa
penasaran.
Perjalanan selama 8 jam, kurang begitu bisa saya nikmati,
karena pada waktu itu malam, kondisi kaca jendela yang gelap, walau duduk
didekat jendela saya tidak dapat melihat pemandangan luar. Dan ternyata, suhu
didalam kereta sangat dingin, alhasil saya langsung masuk angin, perut tidak
nyaman. Pun, rasa pegal karena posisi duduk yang susah diubah, mematung selama
8 jam, membuat saya beberapa kali memilih berdiri sejenak di pinggir kursi
dengan wajah memelas.
Oleh sebab itu, penting saat berpergian minum obat masuk
angin sebelumnya, bawa cemilan yang cukup, bawa alqur’an dan buku bacaan
(novel, majalah, dll) atau tablet biar bisa sambil denger murrotal atau nasyid,
jaket, minyak kayu putih atau aroma terapi. Ada satu benda lagi yang baik untuk
dibawa yaitu bantal yang bisa dipakai (seperti kalung) dileher, saya lihat
digunakan penumpang yang duduk di seberang saya. Saya lihat, ia sangat nyaman
tidur menggunakan bantal yang menopang kepalanya tersebut, agak mencolok sih,
karena ia menggunakan bantal yang berbentuk spongebob dengan warna kuning yang
menyala.
Seperti biasa, pedagang pun banyak yang masuk kedalam
kereta, mulai dari menjajakan makanan kecil, minuman ringan, sampai nasi
bungkus, kacang goreng, dan koran bekas. Untuk apa koran bekas? Ternyata
dagangan satu ini cukup diminati, yaitu sebagai alas untuk tidur dibagian
lantai kereta, biar gak pegal jadi bisa selonjoran.
Sekitar pukul 4 dini hari kami sampai di Stasiun Prujakan Cirebon.
Wah, ternyata Stasiun ini lebih luas
dari Stasiun Tugu Yogyakarta. Kondisi stasiun cukup sepi, namun suasananya yang
terang benderang dan diawasi oleh beberapa petugas kemanan stasiun membuat kami
merasa aman menunggu jemputan.
Ada kesalahan nama, harusnya IDRA HERLINA |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar